Guru di Abad 21
Ini adalah tulisan saya yg saya buat sebagai persyaratan mengikuti seleksi calon peserta Konferensi Guru Nasional di Jakarta tgl. 9-10 November mendatang. Seleksi dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kab. Tabalong bekerja sama dg PT.Adaro sebagai penyandang dana. Mudah-mudahan opini saya ini membawa saya terbang ke Jakarta, gratis.
TRANSFORMASI UNTUK MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN
Oleh: Yadi Karnadi, S.Pd.
Guru memiliki pengertian bukanlah sekadar orang yang mengajar. Pengertian guru yang benar adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Oleh karena itu, guru memegang peranan yang amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan. Di abad ke-21 ini, perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, jelas merupakan tantangan tersendiri bagi guru. Mengingat guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga muncul pendapat bahwa pendidikan bisa berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun pendidikan juga merupakan media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru. Tentu saja tuntutan profesionalisme guru semakin tinggi karena pesaingnya juga tinggi. Salah satunya tayangan televisi yang ternyata mampu menjadi dewa bagi sebagian besar peserta didik untuk lupa pada tugas utamanya yaitu belajar. Belum lagi fasilitas game online yang menjamur sekarang ini. Bagaimana guru menghadapi tantangan ini sehingga tetap menjadi guru ideal yang menjadi favorit bagi peserta didiknya?
Guru, selain harus profesional (secara akademik, pedagogik, sosial dan budaya), guru abad 21 juga harus mampu berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak boleh hanya datang ke sekolah melulu untuk melakukan pembelajaran saja. Kemampuan untuk mengelola kelas saja tidak cukup lagi. Guru diharapkan bisa menjadi pemimpin dan agen perubahan/ pembaharuan, yang mampu mempersiapkan anak didik untuk siap menghadapi tantangan global di luar sekolah. Selain orangtua, peran guru dalam mengarahkan masa depan anak didiknya sangat besar pengaruhnya. Bisa dibayangkan, apa jadinya kalau guru tidak siap menghadapi semua tantangan dinamika pendidikan abad 21 ini, yang notabene masih akan terus berkembang dan berubah?
Beberapa kali, kurikulum mengalami perubahan. Kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK), dan sekarang diganti lagi dengan kurikulum 2006 (KTSP). Jelas itu dilakukan karena tantangan zaman yang semakin bertambah/ meningkat.
Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.
Memang, jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak di antaranya yang belum berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Banyaknya faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan dan teknologi ini adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan. Berbagai pelatihan untuk upgrading guru telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun swasta (perusahaan – Adaro contohnya). Namun, belum adanya sikap keterbukaan dan kemauan menata diri menyebabkan usaha tersebut bagai titik air di atas debu, membekas tapi kurang dominan. Materi pelatihan yang diperoleh, tidak diterapkan ke peserta didik. Bagaimana mengelola pembelajaran yang menyenangkan yang telah ditunjukkan para trainer, tidak diterapkan juga ke peserta didik. Pelatihan tidak dijadikan sebagai i’tibar untuk menjalankan tugasnya sebagai guru.
Abad 21 merupakan titik kulminasi bagi tuntutan profesionalisme guru yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena produk yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang akan bersaing di abad 21. Jika guru tidak mampu ikut berlari di roda globalisasi abad ini, otomatis jangan heran jika guru ditinggalkan dan tidak up to date di mata siswa. Guru abad 21 adalah guru yang harus ‘melek’ teknologi informasi (baca: komputer dan internet). Dengan ‘menguasai’ komputer dan mengenal penggunaan internet, guru dapat memanfaatkannya untuk membuat media pembelajaran yang lebih menarik sehingga siswa tidak akan bosan untuk menerima materi pembelajaran dari seorang guru. Guru sekarang tidak hanya bisa cuap-cuap di depan kelas, tetapi harus bisa memberi contoh secara lebih visual kepada peserta didik. Anak abad 21 akan lebih kritis untuk mencerna suatu materi pembelajaran jika pembelajaran itu lebih visual. Di samping itu, guru abad 21 juga harus paham Bahasa Inggris karena semua media teknologi sekarang ini menggunakan B. Inggris.
Akhirnya, dekatilah dunia anak didik kita; yaitu dunia abad 21, dunia teknologi informasi, dunia dalam genggaman, dunia di ujung jari. Bravo guru abad 21.
REFERENSI:
Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensif: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 September 2010). Hlm. 1-2.
Oleh: Yadi Karnadi, S.Pd.
Guru memiliki pengertian bukanlah sekadar orang yang mengajar. Pengertian guru yang benar adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Oleh karena itu, guru memegang peranan yang amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan. Di abad ke-21 ini, perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, jelas merupakan tantangan tersendiri bagi guru. Mengingat guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga muncul pendapat bahwa pendidikan bisa berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun pendidikan juga merupakan media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru. Tentu saja tuntutan profesionalisme guru semakin tinggi karena pesaingnya juga tinggi. Salah satunya tayangan televisi yang ternyata mampu menjadi dewa bagi sebagian besar peserta didik untuk lupa pada tugas utamanya yaitu belajar. Belum lagi fasilitas game online yang menjamur sekarang ini. Bagaimana guru menghadapi tantangan ini sehingga tetap menjadi guru ideal yang menjadi favorit bagi peserta didiknya?
Guru, selain harus profesional (secara akademik, pedagogik, sosial dan budaya), guru abad 21 juga harus mampu berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak boleh hanya datang ke sekolah melulu untuk melakukan pembelajaran saja. Kemampuan untuk mengelola kelas saja tidak cukup lagi. Guru diharapkan bisa menjadi pemimpin dan agen perubahan/ pembaharuan, yang mampu mempersiapkan anak didik untuk siap menghadapi tantangan global di luar sekolah. Selain orangtua, peran guru dalam mengarahkan masa depan anak didiknya sangat besar pengaruhnya. Bisa dibayangkan, apa jadinya kalau guru tidak siap menghadapi semua tantangan dinamika pendidikan abad 21 ini, yang notabene masih akan terus berkembang dan berubah?
Beberapa kali, kurikulum mengalami perubahan. Kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK), dan sekarang diganti lagi dengan kurikulum 2006 (KTSP). Jelas itu dilakukan karena tantangan zaman yang semakin bertambah/ meningkat.
Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.
Memang, jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak di antaranya yang belum berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Banyaknya faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan dan teknologi ini adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan. Berbagai pelatihan untuk upgrading guru telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun swasta (perusahaan – Adaro contohnya). Namun, belum adanya sikap keterbukaan dan kemauan menata diri menyebabkan usaha tersebut bagai titik air di atas debu, membekas tapi kurang dominan. Materi pelatihan yang diperoleh, tidak diterapkan ke peserta didik. Bagaimana mengelola pembelajaran yang menyenangkan yang telah ditunjukkan para trainer, tidak diterapkan juga ke peserta didik. Pelatihan tidak dijadikan sebagai i’tibar untuk menjalankan tugasnya sebagai guru.
Abad 21 merupakan titik kulminasi bagi tuntutan profesionalisme guru yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena produk yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang akan bersaing di abad 21. Jika guru tidak mampu ikut berlari di roda globalisasi abad ini, otomatis jangan heran jika guru ditinggalkan dan tidak up to date di mata siswa. Guru abad 21 adalah guru yang harus ‘melek’ teknologi informasi (baca: komputer dan internet). Dengan ‘menguasai’ komputer dan mengenal penggunaan internet, guru dapat memanfaatkannya untuk membuat media pembelajaran yang lebih menarik sehingga siswa tidak akan bosan untuk menerima materi pembelajaran dari seorang guru. Guru sekarang tidak hanya bisa cuap-cuap di depan kelas, tetapi harus bisa memberi contoh secara lebih visual kepada peserta didik. Anak abad 21 akan lebih kritis untuk mencerna suatu materi pembelajaran jika pembelajaran itu lebih visual. Di samping itu, guru abad 21 juga harus paham Bahasa Inggris karena semua media teknologi sekarang ini menggunakan B. Inggris.
Akhirnya, dekatilah dunia anak didik kita; yaitu dunia abad 21, dunia teknologi informasi, dunia dalam genggaman, dunia di ujung jari. Bravo guru abad 21.
REFERENSI:
Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensif: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 September 2010). Hlm. 1-2.
Sukses Buat Abang
BalasHapus@Zh!nTho: Mksh... Sukses jg buat Zh!nTho
BalasHapuswalau zaman berganti,guru adalah sosok terhormat yang tak akan pernah terlupakan dalam kehidupanku :)
BalasHapussalam sukses selalu..semoga apa yang diimpikan tercapai
semoga guru di negeri ini makin berkembang pesat kualitasnya
BalasHapusyap tepat sekali..
BalasHapusskarang ini bnyak sekali guru yang msih harus mencari jwaban ketika ditanya muridnya perihal tidak melek akan IT
salam kenal ya :)
Proseional Guru menajdi tanggung jawab kita, Guru juga manusia pasti ada yang baik dan kuarng baik, masaah utama sebenarnya. Industrialisasi pendidikan
BalasHapusAssalamu'alaikum...
BalasHapusSaya mendambakan agar semua GURU memiliki semua yang ada tulisan diatas sehingga kedepan bangsa ini akan jauh lebih baik dlam segala lini. Semoga seperti OEMAR BAKRI ya PAKYADI,,..
Terima kasih Pak.