Sinopsis "Katak Hendak Menjadi Lembu" karya Nur Sutan Iskandar
Katak Hendak Menjadi Lembu adalah salah satu karya roman Angkatan Pujangga Baru. Roman ini termasuk roman kejiwaan yang cukup mendapat perhatian dari berbagai kalangan sastrawan tanah air. Terbit pertama kali tahun 1935 oleh Balai Pustaka.
Dengan berat hati, Haji Abdullah menerima lamaran Haji Zakaria yang hendak mengambil Zubaedah sebagai calon istri untuk anaknya yang bernama Suria. Haji Hasbullah merasa berat menerima lamaran itu sebab dia sudah mempunyai calon bagi Puterinya, yaitu Raden Prawira, seoreng mantri polisi. Hal lain yang membuatnya merasa berat menerima lamaran itu karena dia mengetahui sifaf Suria yang angkuh, kasar, pongah, serta suka berfoya-foya. Namun, karena Haji Zakaria adalah sahabat karibnya, dia tidak menolak lamaran itu. Kekhawatiran Haji Hasbullah benar-benar terjadi. Walaupun sudah berkeluarga, sifat dan tingkah laku Suria tidak berubah. Apalagi setelah
ayahnya meninggal, kerjanya hanya berfoya-foya menghabiskan harta warisan ayahnya. Istrinya tidak pernah diperhatikannya. Bahkan, selama tiga tahun, dia meninggalkan istrinya yang sedang mengandung. Dia tidak mengetahui ketika istrinya melahirkan Abdullah, anak pertamanya. Suria kembali ke rumahnya setelah harta warisan ayahnya habis.
Sesampainya di rumah, Suria menyembah istrinya, memohon maaf atas kelakuannya, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuaannya yang tidak terpuji. Permohonan maaf itu dikabulkan istrinya, dengan harapan agar suaminya benar-benar telah menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi.
Untuk sementara waktu, tingkah laku Suria berubah. Dia bekerja sebagai juru tulis residen di kabupaten, dengan penghasilan pas-pasan, yang tidak dapat mencukupi biaya hidup sehari-hari keluarganya. Namun, lama-kelamaan sifat dan karakter buruknya muncul kembali. Perasaan bangga bahwa dirinya berasal dari keturunan bangsawan yang kaya-raya muncul lagi. Dia tidak mau kalah dengan mertuanya yang telah menyekolahkan Abdulhalim ke HBS. Dengan memaksakan dirinya, walaupun dengan gaji pas-pasan, Suria mengirim Saleh dan Aminah, kedua adik Abdulhalim bersekolah di HIS Bandung.
Perbuatannya yang terasa sangat dipaksakan tersebut membuat Zubaedah pusing. Mereka tidak mempunyai biaya yang cukup. Jangankan membiayai sekolah kedua anaknya di HIS, untuk makan sehari-hari mereka mengalami kesulitan. Namun, Suria tenang-tenang saja. Dia tidak mau dianggap keluarga miskin. Dengan menyekolahkan anak-anaknya di kota, dia merasa bahwa masyarakat akan menganggapnya sebagai seorang bangsawan yang dihormati dan disegani.
Bersambung ke Bagian Kedua