Putri Junjung Buih dan Cikal-Bakal Kerajinan Masyarakat di Negara (Daha)
Putri Junjung Buih dan Cikal-Bakal Kerajinan Masyarakat di Negara (Daha)-- Lanjutan sebelumnya.....
Berbagai Perlombaan
Menurut Ketua Palagan Negara di Banjarmasin Lambran Ladjim (alm), ketika ia kecil dulu di Negara (Daha), ada cerita rakyat bahwa Putri Junjung Buih nan cantik itu hidup dalam pingitan keluarga Mpu Jatmika. Mengingat banyaknya pemuda yang menaksir, dan agar tidak mngecewakan mereka, maka dilakukan perlombaan, bahwa barangsiapa pemuda yang memiliki banyak keahlian, berhak mempersunting Putri Junjung Buih. Syaratnya, mereka harus mampu membuat kue yang enak-enak sebanyak 41 macam, dan memiliki keterampilan sebanyak 41 macam pula. Maka para pemuda pun berlomba-lomba berlatih, berkreasi dan membuat berbagai keahlian. Banyaknya kue dan kuliner khas Banjar sekarang, yang biasanya bermunculan di bulan Ramadhan, diduga produk dari kreasi dalam perlombaan tersebut.
Begitu juga banyaknya keterampilan yang dimiliki oleh orang negara (Daha) seperti keahlian membuat dapur dari tanah liat, alat-alat dapur (memasak), alat-alat pertukangan, pertanian, baling-baling (roda) kapal/klotok dari aluminium dan kuningan, berbagai senjata tajam (pandai besi), membuat kapal dan klotok dari kayu, ulin dan besi, kerajinan emas (kemasan), perak dan tembaga, kopiah jangang, anyam-anyaman,
sampai kepada membuat senapan rakitan, diduga hasil dari perlombaan untuk menyunting Putri Junjung Buih tersebut.
Tetapi menurut Djantera Kawi (2011), keterampilan mengolah besi, aluminium, kuningan, dan berbagai logam lainnya pada masyarakat Negara itu, karena Raja-raja Negara Dipa dan Negara Daha pernah mendatangkan para pengrajin logam dari Cina. Mulanya mereka diberi tugas mengubah patung-patung sesembahan yang asalnya terbuat dari kayu ulin atau kayu cendana diganti menjadi kuningan, sehingga lebih artistik. Lama kelamaan, mereka ini juga mengerjakan kerajinan lain dari logam.
Menurut Lambran Ladjim, meskipun banyak pemuda ikut berlomba dengan sekuat tenaga, tetap saja tidak ada pemuda yang berhasil menyunting sang putri. Penyebabnya, Lambung Mangkurat memang ingin mengawinkannya dengan putra dari Majapahit, yaitu Pangeran Suryanata yang dipercaya berasal dari matahari (surya) dan merupakan titisan Dewatra. Mengingat Putri Junjung Buih (air) dipercaya juga merupakan titisan Dewata, maka pasangannya harus sama. Matahari dan air merupakan pasangan khusus, dari keturunan merekalah kemudian lahir para raja dan sultan Banjar.
Kepercayaan ini menjadikan masyarakat Banjar saat itu sangat feodalistik dan paternalistik. Orang awam/biasa di Kerajaan Banjar, kadang-kadang disebut jaba, tidak berani berusaha untuk berkuasa, bahkan sekadar mengimpikan pun tidak berani. Hal itu berbeda dengan tadisi di Jawa, yang walaupun feodalistik, namun di masa itu rakyat jelata pun ada yang mampu menjadi raja. Sebagai misal, Ken Arok, mulanya hanya orang biasa, bahkan seorang penjahat, tetapi karena nekad, cerdik, licik dan gigih berusaha, akhirnya ia mampu berkuasa dan menjadi raja Singosari.
Bersambung....
Baca lebih jelas di buku "Tokoh Banjar dalam Sejarah (Antara Legenda dan Kisah Nyata)" Oleh: Ahmad Barjie B. CV Rahmat Hafiz Al Mubaraq, Banjarmasin. Tahun 2013
Berbagai Perlombaan
Menurut Ketua Palagan Negara di Banjarmasin Lambran Ladjim (alm), ketika ia kecil dulu di Negara (Daha), ada cerita rakyat bahwa Putri Junjung Buih nan cantik itu hidup dalam pingitan keluarga Mpu Jatmika. Mengingat banyaknya pemuda yang menaksir, dan agar tidak mngecewakan mereka, maka dilakukan perlombaan, bahwa barangsiapa pemuda yang memiliki banyak keahlian, berhak mempersunting Putri Junjung Buih. Syaratnya, mereka harus mampu membuat kue yang enak-enak sebanyak 41 macam, dan memiliki keterampilan sebanyak 41 macam pula. Maka para pemuda pun berlomba-lomba berlatih, berkreasi dan membuat berbagai keahlian. Banyaknya kue dan kuliner khas Banjar sekarang, yang biasanya bermunculan di bulan Ramadhan, diduga produk dari kreasi dalam perlombaan tersebut.
Begitu juga banyaknya keterampilan yang dimiliki oleh orang negara (Daha) seperti keahlian membuat dapur dari tanah liat, alat-alat dapur (memasak), alat-alat pertukangan, pertanian, baling-baling (roda) kapal/klotok dari aluminium dan kuningan, berbagai senjata tajam (pandai besi), membuat kapal dan klotok dari kayu, ulin dan besi, kerajinan emas (kemasan), perak dan tembaga, kopiah jangang, anyam-anyaman,
sampai kepada membuat senapan rakitan, diduga hasil dari perlombaan untuk menyunting Putri Junjung Buih tersebut.
Tetapi menurut Djantera Kawi (2011), keterampilan mengolah besi, aluminium, kuningan, dan berbagai logam lainnya pada masyarakat Negara itu, karena Raja-raja Negara Dipa dan Negara Daha pernah mendatangkan para pengrajin logam dari Cina. Mulanya mereka diberi tugas mengubah patung-patung sesembahan yang asalnya terbuat dari kayu ulin atau kayu cendana diganti menjadi kuningan, sehingga lebih artistik. Lama kelamaan, mereka ini juga mengerjakan kerajinan lain dari logam.
Menurut Lambran Ladjim, meskipun banyak pemuda ikut berlomba dengan sekuat tenaga, tetap saja tidak ada pemuda yang berhasil menyunting sang putri. Penyebabnya, Lambung Mangkurat memang ingin mengawinkannya dengan putra dari Majapahit, yaitu Pangeran Suryanata yang dipercaya berasal dari matahari (surya) dan merupakan titisan Dewatra. Mengingat Putri Junjung Buih (air) dipercaya juga merupakan titisan Dewata, maka pasangannya harus sama. Matahari dan air merupakan pasangan khusus, dari keturunan merekalah kemudian lahir para raja dan sultan Banjar.
Kepercayaan ini menjadikan masyarakat Banjar saat itu sangat feodalistik dan paternalistik. Orang awam/biasa di Kerajaan Banjar, kadang-kadang disebut jaba, tidak berani berusaha untuk berkuasa, bahkan sekadar mengimpikan pun tidak berani. Hal itu berbeda dengan tadisi di Jawa, yang walaupun feodalistik, namun di masa itu rakyat jelata pun ada yang mampu menjadi raja. Sebagai misal, Ken Arok, mulanya hanya orang biasa, bahkan seorang penjahat, tetapi karena nekad, cerdik, licik dan gigih berusaha, akhirnya ia mampu berkuasa dan menjadi raja Singosari.
Bersambung....
Baca lebih jelas di buku "Tokoh Banjar dalam Sejarah (Antara Legenda dan Kisah Nyata)" Oleh: Ahmad Barjie B. CV Rahmat Hafiz Al Mubaraq, Banjarmasin. Tahun 2013