PGRI Tetap Tak Setuju Adanya UKG
WARTA GURU-- Halo, Bapak/ Ibu Guru yang kami hormati. Semoga Bapak/ Ibu selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan YME. Hasil uji kompetensi guru (UKG) 2015, seperti disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan telah mengumumkan dalam Kilasan Kinerja Setahun Kemdikbud, di bawah standar. Dari target nilai rata-rata 55 yang ditetapkan pemerintah, rerata nilai nasional 53,02. Bahkan rata-rata nilai kompetensi pedagogik hanya 48,94.
Mendikbud mengklaim, hasil akhir proses UKG ini merupakan awal dari proses peningkatan kompetensi guru yang akan dilakukan pada beberapa bulan ke depan. Meski demikian, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo, mengaku tetap tidak sependapat dengan adanya UKG tersebut.
Dia beralasan, UKG hanya mampu mengukur dua kemampuan guru yakni pedagogik dan profesional, sementara aspek lainnya tidak dinilai. Padahal guru mempunyai empat kemampuan yang seharusnya dinilai yakni pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Dua aspek terakhir tidak bisa dinilai oleh UKG dan sangat mempengaruhi kinerja guru.
"Pada 2012 lalu misalnya, di Semarang ada guru di Semarang yang disenangi murid dan juga masyarakat, tapi ketika uji kompetensi nilainya sangat rendah dan berimbas pada kepercayaan masyarakat pada guru itu," ujar Sulistiyo.
Menurut Sulistyo, jika UKG untuk pemetaan, semestinya tidak perlu diberlakukan untuk semua guru. Dengan demikian, tak buang-buang waktu dan anggaran. Dia menyebut, sekira 1,6 juta guru telah ikut UKG pada 2012 dan sampai sekarang hasilnya belum dimanfaatkan.
PGRI setuju jika ada kompetensi namun harus mengukur keempat aspek kemampuan guru tersebut. "Hal terpenting bagi seorang guru adalah suntikan motivasi, sama seperti yang dilakukan oleh perusahaan," Sulistiyo menegaskan.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Djemari Mardapi, mengatakan UKG akan mendorong guru untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi mereka.
"Jika kompetensi guru meningkat maka kualitas pembelajaran di sekolah akan meningkat pula," kata Djemari.
Selama ini, belum ada alat ukur dan evaluasi dari kinerja guru. Djemari menilai, UKG tentunya akan efektif dalam menentukan peta kemampuan guru. Setelah tahu, bagaimana peta kondisi guru di Tanah Air, maka langkah selanjutnya tindakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru tersebut.
"UKG juga dinilai Djemari efektif untuk menilai kinerja guru secara periodik. Sehingga guru tidak selalu disalahkan ketika prestasi anak didiknya tak sesuai dengan harapan," imbuhnya.
Sementara itu, Mendikbud Anies Baswedan menjelaskan, para guru yang meraih nilai di bawah standar akan mengikuti pelatihan yang akan diselenggarakan pada Mei 2016. Sedangkan guru yang mendapatkan nilai sempurna atau mendekati sempurna akan dijadikan mentor.
"Ada 3.805 guru yang mendapatkan skor UKG di atas 91," ujarnya.
Sumber: http://news.okezone.com/read/2016/01/01/65/1278770/pgri-tetap-tak-setuju-ukg
Mendikbud mengklaim, hasil akhir proses UKG ini merupakan awal dari proses peningkatan kompetensi guru yang akan dilakukan pada beberapa bulan ke depan. Meski demikian, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo, mengaku tetap tidak sependapat dengan adanya UKG tersebut.
Dia beralasan, UKG hanya mampu mengukur dua kemampuan guru yakni pedagogik dan profesional, sementara aspek lainnya tidak dinilai. Padahal guru mempunyai empat kemampuan yang seharusnya dinilai yakni pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Dua aspek terakhir tidak bisa dinilai oleh UKG dan sangat mempengaruhi kinerja guru.
"Pada 2012 lalu misalnya, di Semarang ada guru di Semarang yang disenangi murid dan juga masyarakat, tapi ketika uji kompetensi nilainya sangat rendah dan berimbas pada kepercayaan masyarakat pada guru itu," ujar Sulistiyo.
Menurut Sulistyo, jika UKG untuk pemetaan, semestinya tidak perlu diberlakukan untuk semua guru. Dengan demikian, tak buang-buang waktu dan anggaran. Dia menyebut, sekira 1,6 juta guru telah ikut UKG pada 2012 dan sampai sekarang hasilnya belum dimanfaatkan.
PGRI setuju jika ada kompetensi namun harus mengukur keempat aspek kemampuan guru tersebut. "Hal terpenting bagi seorang guru adalah suntikan motivasi, sama seperti yang dilakukan oleh perusahaan," Sulistiyo menegaskan.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Djemari Mardapi, mengatakan UKG akan mendorong guru untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi mereka.
"Jika kompetensi guru meningkat maka kualitas pembelajaran di sekolah akan meningkat pula," kata Djemari.
Selama ini, belum ada alat ukur dan evaluasi dari kinerja guru. Djemari menilai, UKG tentunya akan efektif dalam menentukan peta kemampuan guru. Setelah tahu, bagaimana peta kondisi guru di Tanah Air, maka langkah selanjutnya tindakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru tersebut.
"UKG juga dinilai Djemari efektif untuk menilai kinerja guru secara periodik. Sehingga guru tidak selalu disalahkan ketika prestasi anak didiknya tak sesuai dengan harapan," imbuhnya.
Sementara itu, Mendikbud Anies Baswedan menjelaskan, para guru yang meraih nilai di bawah standar akan mengikuti pelatihan yang akan diselenggarakan pada Mei 2016. Sedangkan guru yang mendapatkan nilai sempurna atau mendekati sempurna akan dijadikan mentor.
"Ada 3.805 guru yang mendapatkan skor UKG di atas 91," ujarnya.
Sumber: http://news.okezone.com/read/2016/01/01/65/1278770/pgri-tetap-tak-setuju-ukg
Posting Komentar untuk "PGRI Tetap Tak Setuju Adanya UKG"
Posting Komentar
Silakan ambil manfaat dan jika ada pertanyaan, silakan tulis di form komentar.
Terima kasih atas komentar yang sopan dan menyejukkan.