Contoh Teks Ulasan Film "Di Bawah Lindungan Ka'bah" (2011)
Teks ulasan adalah teks yang mengulas sebuah fenomena ataupun sesuatu (misal: buku, film, dsb). Teks ini memiliki ciri: 1. Strukturnya terdiri atas: Identitas karya, Orientasi, Sinopsis, Evaluasi, dan Rekomendasi; 2. Memuat informasi berdasarkan pandangan/ opini penulis terhadap suatu karya/ produk; 3. Opininya berdasarkan fakta yang diinterpretasikan; 4. Dikenal juga dengan istilah resensi.
Namanya juga ulasan, di dalamnya terdapat opini-opini pribadi penulisnya. Opini itu ditulis untuk mengulas sesuatu yang dijadikan ulasan.
Teks Ulasan memiliki struktur:
1) Identitas karya, berisi data-data identitas secara umum.
2) Orientasi, berisi pengenalan tentang gambaran umum mengenai sebuah karya yang akan diulas. Gambaran umum ini menyiapkan "latar belakang" bagi pembaca mengenai apa yang akan diulas.
3) Sinopsis, berisi gambaran detail mengenai sebuah karya yang diulas.
4) Evaluasi, berisi pandangan dari pengulas mengenai hasil karya yang diulas. Hal ini dilakukan setelah melakukan tafsiran yang cukup terhadap hasil karya tersebut. Pada bagian ini penulis akan menyebutkan kelebihan ataupun bagian yang merupakan kekurangan dari suatu karya.
5) Rekomendasi, berisi kesimpulan dari ulasan terhadap suatu karya. Bagian ini juga memuat komentar penulis apakah hasil karya tersebut bernilai/berkualitas atau tidak untuk ditonton/ disaksikan.
Berikut contoh teks ulasan film:
Judul: Di Bawah Lindungan Ka'bah
Jenis Film : Drama
Produser : Manoj Punjabi
Sutradara : Hanny Saputra
Pemain : Herjunot Ali, Laudya Chintya Bella, Jenny Rachman, Widyawati, Didi Petet, Leroy Osmani.
Produksi : MD Entertaiment
Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah film garapan Hanny Saputra yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. Ceritanya mengisahkan perjuangan cinta antara Hamid (Herjunot Ali) dan Zainab (Laudya Cynthia Bella) yang berasal dari latar belakang yang berbeda.
Film yang diproduksi oleh MD Entertaiment pada tahun 2011 ini turut didukung sederet bintang-bintang lawas yang tidak diragukan lagi kemampuan aktingnya, seperti Jenny Rachman, Widyawati, Didi Petet, dan Leroy Osmani. Meskipun pernah dibuat film dengan judul yang sama persis oleh Asrul Sani di tahun 1981, film ini berbeda. Adaptasi novel ini mengangkat cinta klasik, sedangkan film sebelumnya mengadaptasikan novel tersebut dalam semangat perjuangan di era penjajahan Belanda.
Bersetting tahun 1920-an di Sumatera Barat, kisah percintaan Hamid (Junot) dan Zainab (Laudya Chintya Bella) dimulai dari kehidupan mereka di masa kecil. Tumbuh bersama, Hamid dan Zainab saling menebar perasaan cinta. Namun, dinding pemisah antara keluarga miskin dan kaya membentang luas. Hamid berasal dari keluarga miskin dan hanya diasuh oleh ibunya sedangkan Zainab merupakan gadis yang berasal dari keluarga kaya. Keduanya dapat bertemu karena ibu Hamid (Yenny Rachman) bekerja di rumah keluarga Haji Jafar (Didi Petet), ayah Zainab. Meski keduanya saling mencintai, ibu Hamid melarangnya untuk mengharapkan Zainab karena perbedaaan kelas sosial. Terlebih lagi, mereka memiliki hutang budi kepada ayah Zainab yang membiayai sekolah Hamid. Di samping itu, perjodohan Zainab dengan anak orang terpandang yang sedang bersekolah di Jawa, menjadi penghalang bersatunya cinta mereka. Padahal, Zainab sangat berharap bisa menikah dengan Hamid. Maka inilah pinta Zainab: "Jika mimpimu untuk ke tanah suci tercapai, aku titipkan doaku, agar aku menikah dengan orang yang aku cintai dan pria itu juga mencintaiku".
Konflik memuncak tatkala Hamid menolong Zainab yang tenggelam di sungai, Hamid harus berbuat sesuatu yang dipandang tidak senonoh, dan akhirnya diusir dari kampung.
Hamid pun pergi dengan hati yang hancur berkeping-keping saat melihat Zainab bersama dengan pria pilihan orangtuanya. Zainab pun, nampak tak mampu menampik pria yang dijodohkan orangtuanya itu. Pertaruhan hati, konflik batin, dibalut norma agama yang kuat, film ini cukup mampu membuat penonton meneteskan air mata.
Untuk menghidupkan nuansa Minangkabau pada zaman dahulu, dibangun set yang megah plus tidak ketinggalan kincir air. Sinematografi arahan Rachmat Syaiful sanggup menghadirkan gambar-gambar cantik yang menyejukkan mata. Harus diakui, bahwa setting 1920-an digarap dengan cukup apik, mulai dari busana, cara surat-menyurat, pernak-pernik seperti jam dan piring, stasiun di masa kolonial Belanda, dan khususnya Masjidil Haram di era saat itu.
Sayangnya, ada satu hal fatal lainnya yang merusak konsep zaman dahulu itu, yaitu lagu Opick yang terdengar modern.
Akting Herjunot Ali juga mampu mengimbangi akting artis senior Jenny Rahman dengan apik. Kesantunan tokoh dan dialog dalam film ini menjanjikan nilai plus.
Di antara kelebihan tersebut, masih ada beberapa hal yang mengganjal. Selain special effect di adegan terakhir yang masih kurang, ada juga sesuatu yang terkesan kurang pas terjadi ketika adegan Hamid dan Zainab saling sapa dari balik pagar kayu. Sayang, adegan yang seharusnya bisa manis itu, tercoreng lantaran dubbing yang sangat kasar.
Selain itu, adanya iklan terselubung berupa penempatan produk iklan dalam cerita terkesan dipaksanakan dan aneh. Bagaimana bisa, di Padang pada 1920-an, sudah ada Gerry Cholocatos, Kacang Garuda, dan Baygon?
Hal lain yang juga mengganjal adalah dialog tokoh yang terkesan modern. Terkadang terdengar sangat Jakarta, terlalu Sunda, atau malah campur-baur.
Sebenarnya Di Bawah Lindungan Ka'bah adalah sebuah film yang berpotensi menjadi sebuah suguhan yang apik, namun ternodai oleh keteledoran tim produksi yang kurang cermat dalam mengurus detail. Apalagi versi novelnya merupakan salah satu karya sastra lokal terbaik dari salah satu sastrawan terbaik dalam angkatan pujangga Balai Pustaka. Jika melalui novelnya, Hamka mengkritik adat perkawinan, serta sikap para orangtua yang mengaku Islam tetapi sebenarnya tidak berjiwa Islam. Kita tahu HAMKA adalah tokoh besar Muhammadiyah, yang punya banyak ide-ide pembaharuan. Tetapi di film ini, Hamid, tidak terlihat dakwahnya sebagai pembaharu. Memang, dia diperlihatkan menjadi lulusan terbaik Thawalib, sekolah Islam modernis. Ia pun berfoto dengan para modernis senior, Ahmad Dahlan dan Agus Salim. Tapi, mana sepak terjangnya, kecuali persoalan cinta, mengurus ibunya, dan cita-cita naik haji?
Apalagi saat Hamid diadili karena perbuatan yang dinilai tak senonoh tadi, sama sekali tidak terlihat pembaruan. Memang ada perdebatan di antara pemangku adat dan ulama soal pro-kontra hal yang dianggap baru ini. Tapi, Hamid sendiri tidak membela diri apapun atas tindakannya, kecuali berkata, "Apapun keputusannya, saya akan laksanakan". Dan, akhirnya, walau tidak dinyatakan bersalah, ia dihukum dengan cara diusir dari kampung.
Film berdurasi sekitar 2 jam ini seolah hendak menggabungkan antara tema agamis dengan budaya pop, agar bisa merengkuh sebanyak mungkin penonton—dari jamaah majelis taklim, pembaca HAMKA, hingga abege penggemar Junot dan Bella. Akibatnya, film ini beralih menjadi kisah cinta melodramatis dan bertujuan menguras air mata (yang tak selamanya berhasil).
Pada akhirnya, upaya untuk menjadikan Di Bawah Lindungan Ka'bah menjadi sebuah film romantis yang megah layak untuk diapresiasi. Jika kita mengharapkan menonton film dengan setting 1920-an yang pas, Di Bawah Lindungan Ka'bah sangat mampu menghadirkannya. Memang masih banyak ditemukan kekurangan, tapi jelas merupakan suatu kemajuan dibanding film sejenis semacam Ayat-Ayat Cinta dan dwilogi Ketika Cinta Bertasbih.
Video: Youtube
STRUKTUR:
1) Identitas karya: "Judul:..."
2) Orientasi: "Di Bawah Lindungan Ka'bah adalah film..."
3) Sinopsis: "Bersetting tahun 1920-an di Su..."
4) Evaluasi: "Untuk menghidupkan..."
5) Rekomendasi: "Pada akhirnya,..."
Sumber referensi:
https://cinetariz.blogspot.com/2011/08/review-di-bawah-lindungan-kabah.html https://hot.detik.com/premiere/d-1716603/di-bawah-lindungan-kabah-sekadar-cinta-menye-menye https://amp.kompas.com/hype/read/2021/05/04/135300766/sinopsis-di-bawah-lindungan-ka-bah-kala-cinta-diterpa-berbagai-cobaan https://celebrity.okezone.com/amp/2011/08/29/35/497766/di-bawah-lindungan-ka-bah-bikin-penonton-nangis
Tag: #review, sinopsis, ulasan, resensi film, Di Bawah Lindungan Ka'bah, kelemahan dan kelebihan film Di Bawah Lindungan Ka'bah
Namanya juga ulasan, di dalamnya terdapat opini-opini pribadi penulisnya. Opini itu ditulis untuk mengulas sesuatu yang dijadikan ulasan.
Teks Ulasan memiliki struktur:
1) Identitas karya, berisi data-data identitas secara umum.
2) Orientasi, berisi pengenalan tentang gambaran umum mengenai sebuah karya yang akan diulas. Gambaran umum ini menyiapkan "latar belakang" bagi pembaca mengenai apa yang akan diulas.
3) Sinopsis, berisi gambaran detail mengenai sebuah karya yang diulas.
4) Evaluasi, berisi pandangan dari pengulas mengenai hasil karya yang diulas. Hal ini dilakukan setelah melakukan tafsiran yang cukup terhadap hasil karya tersebut. Pada bagian ini penulis akan menyebutkan kelebihan ataupun bagian yang merupakan kekurangan dari suatu karya.
5) Rekomendasi, berisi kesimpulan dari ulasan terhadap suatu karya. Bagian ini juga memuat komentar penulis apakah hasil karya tersebut bernilai/berkualitas atau tidak untuk ditonton/ disaksikan.
Berikut contoh teks ulasan film:
Judul: Di Bawah Lindungan Ka'bah
Jenis Film : Drama
Produser : Manoj Punjabi
Sutradara : Hanny Saputra
Pemain : Herjunot Ali, Laudya Chintya Bella, Jenny Rachman, Widyawati, Didi Petet, Leroy Osmani.
Produksi : MD Entertaiment
Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah film garapan Hanny Saputra yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. Ceritanya mengisahkan perjuangan cinta antara Hamid (Herjunot Ali) dan Zainab (Laudya Cynthia Bella) yang berasal dari latar belakang yang berbeda.
Film yang diproduksi oleh MD Entertaiment pada tahun 2011 ini turut didukung sederet bintang-bintang lawas yang tidak diragukan lagi kemampuan aktingnya, seperti Jenny Rachman, Widyawati, Didi Petet, dan Leroy Osmani. Meskipun pernah dibuat film dengan judul yang sama persis oleh Asrul Sani di tahun 1981, film ini berbeda. Adaptasi novel ini mengangkat cinta klasik, sedangkan film sebelumnya mengadaptasikan novel tersebut dalam semangat perjuangan di era penjajahan Belanda.
Bersetting tahun 1920-an di Sumatera Barat, kisah percintaan Hamid (Junot) dan Zainab (Laudya Chintya Bella) dimulai dari kehidupan mereka di masa kecil. Tumbuh bersama, Hamid dan Zainab saling menebar perasaan cinta. Namun, dinding pemisah antara keluarga miskin dan kaya membentang luas. Hamid berasal dari keluarga miskin dan hanya diasuh oleh ibunya sedangkan Zainab merupakan gadis yang berasal dari keluarga kaya. Keduanya dapat bertemu karena ibu Hamid (Yenny Rachman) bekerja di rumah keluarga Haji Jafar (Didi Petet), ayah Zainab. Meski keduanya saling mencintai, ibu Hamid melarangnya untuk mengharapkan Zainab karena perbedaaan kelas sosial. Terlebih lagi, mereka memiliki hutang budi kepada ayah Zainab yang membiayai sekolah Hamid. Di samping itu, perjodohan Zainab dengan anak orang terpandang yang sedang bersekolah di Jawa, menjadi penghalang bersatunya cinta mereka. Padahal, Zainab sangat berharap bisa menikah dengan Hamid. Maka inilah pinta Zainab: "Jika mimpimu untuk ke tanah suci tercapai, aku titipkan doaku, agar aku menikah dengan orang yang aku cintai dan pria itu juga mencintaiku".
Konflik memuncak tatkala Hamid menolong Zainab yang tenggelam di sungai, Hamid harus berbuat sesuatu yang dipandang tidak senonoh, dan akhirnya diusir dari kampung.
Hamid pun pergi dengan hati yang hancur berkeping-keping saat melihat Zainab bersama dengan pria pilihan orangtuanya. Zainab pun, nampak tak mampu menampik pria yang dijodohkan orangtuanya itu. Pertaruhan hati, konflik batin, dibalut norma agama yang kuat, film ini cukup mampu membuat penonton meneteskan air mata.
Untuk menghidupkan nuansa Minangkabau pada zaman dahulu, dibangun set yang megah plus tidak ketinggalan kincir air. Sinematografi arahan Rachmat Syaiful sanggup menghadirkan gambar-gambar cantik yang menyejukkan mata. Harus diakui, bahwa setting 1920-an digarap dengan cukup apik, mulai dari busana, cara surat-menyurat, pernak-pernik seperti jam dan piring, stasiun di masa kolonial Belanda, dan khususnya Masjidil Haram di era saat itu.
Sayangnya, ada satu hal fatal lainnya yang merusak konsep zaman dahulu itu, yaitu lagu Opick yang terdengar modern.
Akting Herjunot Ali juga mampu mengimbangi akting artis senior Jenny Rahman dengan apik. Kesantunan tokoh dan dialog dalam film ini menjanjikan nilai plus.
Di antara kelebihan tersebut, masih ada beberapa hal yang mengganjal. Selain special effect di adegan terakhir yang masih kurang, ada juga sesuatu yang terkesan kurang pas terjadi ketika adegan Hamid dan Zainab saling sapa dari balik pagar kayu. Sayang, adegan yang seharusnya bisa manis itu, tercoreng lantaran dubbing yang sangat kasar.
Selain itu, adanya iklan terselubung berupa penempatan produk iklan dalam cerita terkesan dipaksanakan dan aneh. Bagaimana bisa, di Padang pada 1920-an, sudah ada Gerry Cholocatos, Kacang Garuda, dan Baygon?
Hal lain yang juga mengganjal adalah dialog tokoh yang terkesan modern. Terkadang terdengar sangat Jakarta, terlalu Sunda, atau malah campur-baur.
Sebenarnya Di Bawah Lindungan Ka'bah adalah sebuah film yang berpotensi menjadi sebuah suguhan yang apik, namun ternodai oleh keteledoran tim produksi yang kurang cermat dalam mengurus detail. Apalagi versi novelnya merupakan salah satu karya sastra lokal terbaik dari salah satu sastrawan terbaik dalam angkatan pujangga Balai Pustaka. Jika melalui novelnya, Hamka mengkritik adat perkawinan, serta sikap para orangtua yang mengaku Islam tetapi sebenarnya tidak berjiwa Islam. Kita tahu HAMKA adalah tokoh besar Muhammadiyah, yang punya banyak ide-ide pembaharuan. Tetapi di film ini, Hamid, tidak terlihat dakwahnya sebagai pembaharu. Memang, dia diperlihatkan menjadi lulusan terbaik Thawalib, sekolah Islam modernis. Ia pun berfoto dengan para modernis senior, Ahmad Dahlan dan Agus Salim. Tapi, mana sepak terjangnya, kecuali persoalan cinta, mengurus ibunya, dan cita-cita naik haji?
Apalagi saat Hamid diadili karena perbuatan yang dinilai tak senonoh tadi, sama sekali tidak terlihat pembaruan. Memang ada perdebatan di antara pemangku adat dan ulama soal pro-kontra hal yang dianggap baru ini. Tapi, Hamid sendiri tidak membela diri apapun atas tindakannya, kecuali berkata, "Apapun keputusannya, saya akan laksanakan". Dan, akhirnya, walau tidak dinyatakan bersalah, ia dihukum dengan cara diusir dari kampung.
Film berdurasi sekitar 2 jam ini seolah hendak menggabungkan antara tema agamis dengan budaya pop, agar bisa merengkuh sebanyak mungkin penonton—dari jamaah majelis taklim, pembaca HAMKA, hingga abege penggemar Junot dan Bella. Akibatnya, film ini beralih menjadi kisah cinta melodramatis dan bertujuan menguras air mata (yang tak selamanya berhasil).
Pada akhirnya, upaya untuk menjadikan Di Bawah Lindungan Ka'bah menjadi sebuah film romantis yang megah layak untuk diapresiasi. Jika kita mengharapkan menonton film dengan setting 1920-an yang pas, Di Bawah Lindungan Ka'bah sangat mampu menghadirkannya. Memang masih banyak ditemukan kekurangan, tapi jelas merupakan suatu kemajuan dibanding film sejenis semacam Ayat-Ayat Cinta dan dwilogi Ketika Cinta Bertasbih.
STRUKTUR:
1) Identitas karya: "Judul:..."
2) Orientasi: "Di Bawah Lindungan Ka'bah adalah film..."
3) Sinopsis: "Bersetting tahun 1920-an di Su..."
4) Evaluasi: "Untuk menghidupkan..."
5) Rekomendasi: "Pada akhirnya,..."
Sumber referensi:
https://cinetariz.blogspot.com/2011/08/review-di-bawah-lindungan-kabah.html https://hot.detik.com/premiere/d-1716603/di-bawah-lindungan-kabah-sekadar-cinta-menye-menye https://amp.kompas.com/hype/read/2021/05/04/135300766/sinopsis-di-bawah-lindungan-ka-bah-kala-cinta-diterpa-berbagai-cobaan https://celebrity.okezone.com/amp/2011/08/29/35/497766/di-bawah-lindungan-ka-bah-bikin-penonton-nangis
Tag: #review, sinopsis, ulasan, resensi film, Di Bawah Lindungan Ka'bah, kelemahan dan kelebihan film Di Bawah Lindungan Ka'bah
Posting Komentar untuk "Contoh Teks Ulasan Film "Di Bawah Lindungan Ka'bah" (2011)"
Posting Komentar
Silakan ambil manfaat dan jika ada pertanyaan, silakan tulis di form komentar.
Terima kasih atas komentar yang sopan dan menyejukkan.